-->
    BLANTERORBITv102

    Aturan UU Cipta Kerja Dinilai Ambigu Perihal Syarat Penyelia dan Auditor Halal

    Kamis, 18 Maret 2021

    Direktur LSP  (Lembaga Sertifikasi Profesi) MUI Aminudin Yakub seperti dikutip dari KumparanBisnis, menilai ketentuan syarat sebagai penyelia dan auditor halal dalam aturan turunan UU Cipta Kerja ambigu. Syarat yang dimaksud terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 mengenai Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. 

    Hal itu disampaikan Aminudin dalam acara diskusi Penganugerahan Indonesia Halal Training dan Education Center (IHATEC) dan Rekor Dunia MURI.

    "Hanya dalam UU Ciptaker (turunannya) kita menyayangkan salah satu syarat auditor halal itu tentang pelatihan dan sertifikasi kompetensi itu tentang auditor halal itu dipersyaratkan adanya pelatihan auditor halal dan atau sertifikat kompetensi auditor halal. Demikian juga di penyelia halal," kata dia, Rabu (17/3).

    Menurut Aminudin, Direktur LSP MUI menerangkan sebelum ada UU Cipta Kerja, sebenarnya pihaknya sudah lama kerja sama menyusun Standar Kompetensi Kerja Nasional Auditor (SKKNI) mengenai auditor dan penyelia halal. Standar itu pun menjadi acuan bagi lembaga pelatihan seperti IHATEC dan lembaga sertifikasi profesi lainnya.

    Aminudin mengatakan, ketentuan syarat sertifikat kompetensi auditor dan penyelia halal ini juga sudah diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.



    "Kalau pelatihan itu sifatnya hanya edukasi ya, tapi belum dinyatakan kompeten kalau hanya ikut pelatihan. Karena itu mungkin di Kementerian Agama perlu ditegaskan perlunya sertifikat kompetensi yang artinya sudah ikut pelatihan juga. Jadi tidak ada ambigu," lanjutnya.

    Kejelasan dalam syarat menjadi auditor dan penyelia halal sangat penting, sebab kedua profesi itu menjadi penentu dari halalnya suatu produk.

    Auditor halal merupakan saksi yang mengecek dan melihat langsung sebuah produk diproses, termasuk bahan-bahan yang digunakan. Jika auditor halal tidak punya kompetensi yang jelas, penilaian kehalalan suatu produk bisa diragukan.

    "Mereka juga sebagai wakil atau perpanjangan karena tidak mungkin mereka menyebar ke on the spot. Makanya mereka wakil MUI. Laporannya sangat menentukan keputusan suatu produk," terangnya.

    Posisi penyelia halal juga sama pentingnya karena menjadi perpanjangan tangan atas penilaian produk milik produsen. Penyelia halal mirip dewan pengawas syariah.

    "Kalau hanya ikut pelatihan, ternyata dia main-main atau belum paham, jadi sertifikat pelatihannya tidak menunjukkan kompetensi yang seharusnya dilakukan dengan uji kompetensi di lembaga sertifikasi," ucap Aminudin.

    (KumparanBisnis)


    Anda dapat berkomentar di bawah ini atau berdiskusi antar sesama pengunjung situs ini. Bilamana ada pertanyaan atau pekerjaan baru untuk pengelola situs, silahkan hubungi via telepon/email kami.